Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

International Biodiversity Conference in Jayapura, Papua - Indonesia, 11-14 November 2009, The First International Conference in Jayapura, Papua - Indonesia with theme " Working together for sustainable development in Tanah Papua for our future " sub theme “Protect Biodiversity, Protect our Life”. Ayo Kita Sukseskan Acara Konferensi Bertaraf International Tentang Keragaman Hayati Papua di Jayapura, Papua. Tema Acara " Bekerja bersama-sama bagi pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua demi masa depan kita " Acara ini terlaksana atas kerjasama Pemda Provinsi Papua, Pemda Provinsi Papua Barat, Conservation International Indonesia dan WWF Indonesia Region Sahul Papua

AYO KITA DUKUNG : KONFERENSI INTERNASIONAL KERAGAMAN BUDAYA PAPUA, 8-11 NOPEMBER 2010

AYO KITA DUKUNG : KONFERENSI INTERNASIONAL KERAGAMAN BUDAYA PAPUA, 8-11 NOPEMBER 2010
Akan diselenggarakan Konferensi Internasional Kedua di Jayapura, Papua - Indonesia tentang "Konferensi Internasional Keragaman Budaya Papua dalam Keragaman Kebudayaan Indonesia " tanggal 8-11 Nopember 2010 bertempat di Kantor Gubernur Provinsi Papua, Jln.Soa Siu, Jayapura-Papua. Bagi Anda yang tertarik mengetahui informasinya dan ingin ikut serta pada acara tersebut silahkan kunjungi Website di www.icpcd.org


Jumat, 13 November 2009

Rumuskan Konsep Menuju Copenhagen,

(www.cenderawasihpos.com, 13-11-2009)
Konferensi ini Juga Harus Bawa Hasil Untuk Rakyat Miskin
JAYAPURA-Konferensi Keanekaragaman Hayati Internasional yang berlangsung di Sasana Karya Kantor Gubernur Papua, Kamis (12/11) kemarin, membahas sejumlah hal pokok, yang kaitannya dengan keaneragaman hayati. Baik itu menyangkut wilayah-wilayah yang patut mendapatkan perhatian serius untuk penanganannya seperti bagian Selatan Mimika, Mappi dan daerah lainnya yang saat ini terjadi eksploitasi besar-besaran sumber daya hayati, sebagaimana yang diungkapkan oleh peneliti dari Conservation International Ecology, terhadap Biogeography and Environment of Papua.
Tapi di sisi lain, juga dipaparkan tentang ada kemajuan-kemajuan yang patut disyukuri karena adanya berbagai upaya-upaya perlindungan, baik baik dilakukan pemerintah atau masyarakat, misalnya ada penambahan hutan mangrove (bakau) di Timika dan sejumlah daerah lainnya.

Sementara itu, dalam keterangan persnya, Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu, SH, menjelaskan, konferensi ini adalah inisiatif dari Pemerintah Provinsi Papua sebagai bagian penting dari langkah untuk menuju konferensi di Copenhagen dan juga adanya penugasan Presiden SBY untuk membicarakan sesuatu langkah yang lebih konkrit, dalam rangka pelaksanaan dari konsep reduce emission from degradation and deforestation (REDD) di Indonesia khususnya di Papua, sebagai program dalam rangka menurunkan emisi yang menjadi kewajiban semua negara di dunia termasuk Indonesia.
"Papua sangat kaya dan unik dengan sumber daya hayatinya, oleh karena itu dalam konferensi ini bagaimana menghasilkan konsep yang ditawarkan sebagai bagian dari konsep nasional, tentang program REDD itu untuk menurunkan emisi di dunia khususnya di Papua ini," ungkapnya kepada wartawan di ruang rapat Gubernur Provinsi Papua, Kamis, (12/11).

Berikutnya, konferensi ini juga untuk memberikan kesadaran baru bagi semua komponen, bahwa nilai yang luar biasa ini, harus dijaga dan dipelihara, yakni hutan dan sumber daya alam hayatinya, karena bila menjaga dan memelihara dengan baik maka kehidupan akan berlangsung dengan baik.
Di sisi lain, bagaimana konferensi ini menghasilkan sesuatu untuk kesejahteraan rakyat miskin, bukan untuk konglomerat. Rakyat miskin di kampung-kampung yang adalah pemilik sah dari hutan itu sendiri. Maka dari itu perlu dilakukan konferensi yang nantinya memproteksi hak-hak masyarakat, seperti aturan, kelembagaan yang memberikan jaminan kepada masyarakat kecil.
"Konferensi internasional yang keanekaragaman hayati ini fokus pada hutan dan flora dan fauna yang begitu kaya, tapi juga di dalamnya ada nilai-nilai manusia, ada nilai-nilai budaya, dan sebagainya. Semuanya itu sudah kita lakukan, melalui dana Respek yang di dalamnya ada program untuk mengelola lingkungannya. Kami juga terus menanamkan kesadaran kepada masyarakat tentang betapa pentingnya memelihara kekayaan dan keunikan ini dan dikelola secara berkelanjutan," katanya.

"Bagaimana ada keberpihakan kepada masyarakat, dan perlindungan, ini yang harus dilakukan, tanpa itu masyarakat juga sendiri hancur, dan aspirasi naik terus. REDD untuk bagaimana dunia internasional turun dalam skema nasional, dan turun dalam tingkat provinsi, tapi juga turun langsung sampai tingkat kampung, dengan begitu masyarakat akan mengambil bagian dan kualitas hidupnya akan naik, pendapatan naik, dari tidak menebang pohon, tapi menanam pohon, kelola hutan dan keanekaragaman hayatinya secara berkelanjutan," sambungnya.
Dicontohkannya, misalnya, strategi untuk menurunkan emisi yang menjadi kewajiban semua negara pada Pegunungan Cycloop, dimana area Cyclop mulai dari Pasir Dua, Jayapura Utara dipagari, kemudian bagian atas gunung ditanami kembali pepohonan, sementara di bagian kaki gunung dan lereng gunungnya masyarakat difasilitas untuk melakukan penanaman pohon. Dengan begitu hutan kembali subur, dan masyarakat mendapatkan penghasilan dengan menanam dan memelihara pohon yang ditanamnya itu.

Untuk hutan adat yang menjadi hutan konservasi, hutan konvensi dan hutan lindung, kata Gubernur, khusus untuk hutan produksi dan hutan konvensi tidak digunakan semena-mena tapi digunakan secara berkelanjutan. Misalnya, hutan konversi Papua dan Papua Barat sekitar 8 juta hektar. Dan yang pakai hanya 1 juta hektar saja, sedangkan sisanya dijaga dan tidak boleh diganggu karena ada spesies-spesies yang harus dilindungi.
"Hutan ini nanti untuk orang di kampung, bahwa investor yang tidak membangun industri di kampung harus dicabut. Hutan yang dikelola secara berkelanjutan, pendapatan masyarakat kampung meningkat, dan pada saatnya kita kurangi tebangan, dan kebijakannya adalah tebang satu tanam 10 pohon. Dari dia tanam, dia juga harus dapat uang juga. Kami juga hati-hati sekali melihat investor masuk, karena jangan sampai merusak hutan," lanjutnya.

Kelanjutan pengelolaan hutan dan keanekaragaman hatayinya, kabupaten/kota harus tunduk dan taat pada aturan yang dibuat. Dan harus melaksanakan sesuai dengan amanat Perdasus kehutanan yang nantinya disahkan itu. Dan hukum harus ditegakkan.
Sementara itu, Rektor Universitas Papua, DR. Frans Wanggai, yang juga sebagai, pemateri pada konferensi itu, menandaskan, berbagai kajian telah dilakukan di seluruh Papua tentang sumber daya hayati yang di Papua, dan sudah banyak hasil penelitian yang direkomendasi telah disampaikan, namun pertanyaan yang mendasar adalah bagaimana mengelola sumber daya hayati ini dengan baik.
Menurutnya, pengelolaan sumber hayati itu dapat dilihat dari aspek lingkungan, juga dapat dilihat dari sumber daya hayati itu sendiri, dapat dilihat dari aspek ekonomi, dan yang tidak kalah penting adalah dilihat dari aspek sosial.

Mengenai aspek lingkungan, seharusnya memperhatikan kualitas tanah, air dan udara. Nah disini harus ada indikator yang jelas dalam pengelolaan itu sendiri. Kemudian aspek sumber daya hayati, bahwa harus dilihat dari keanekaragaman hayati yang tersebar di berbagai daerah di Tanah Papua, karena hayati ini sangat penting untuk melihat berapa banyak, tipe-tipe ekosistem yang perlu diatur keseimbangan ekosistemnya.

Demikian, juga sebaliknya aspek ekonomi dan aspek sosial. Misalnya, produksi kayu hutan jangan menghasilkan suatu nilai ekonomi yang dapat dirasakan sesaat, namun berkelanjutan. Juga pada aspek sosial, dimana di sini bagaimana peran serta masyarakat setempat, hak ulayat, hutan rakyat, ini yang patut dipertimbangkan dalam kebijakan pengelolaan.(nls/fud)
(scorpions)

Kamis, 12 November 2009

Ondoafi Papasena II : Harapkan Konferensi IBC Hasilkan Solusi Konkrit Pembangunan SDM

(IBC Papua, 12-11-2009)
JAYAPURA – Konferensi Internasional Biodiversity yang digelar oleh Pemerintah Propinsi Papua turut mengundang beberapa perwakilan masyarakat hukum adat. Ondoafi Kampung Papasena 2 Kecamatan Mamberamo Hulu Timothius Kawena mengatakan belum sepenuhnya paham tentang materi maupun topic yang diangkat dalam kegiatan ini. “Bapak belum paham sepenuhnya inti dari kegiatan ini, tapi pada prinsipnya sebagai orang adat semenjak dulu kami sangat menghargai tanah maupun alam yang telah ada.

Lanjutnya Timothius bercerita bahwa masyarakat di kampungnya sangat bergantung dari alam, kebanyakan dari mereka sehari-hari menggatungkan hidup dengan mencari sagu di hutan serta menangkap ikan di aliran sungai Mamberamo. “Masyarakat kampung hidupnya sangat sederhana sehari-hari hanya mencari sagu dan menangkap ikan. Ditanya soal program respek dirinya mengaku hal tersebut belum mampu mengangkat kesejahteraan masyarakat karena sumber daya manusia setempat masih jauh dari yang diharapkan. “Percuma uang banyak, program bagus tapi pembangunan SDM tidak memadai, ini Cuma buang uang saja”, pungkasnya.

Kampung papasena 2 kecamatan Mamberamo hulu memiliki lebih dari 500 KK (kepala keluarga) yang menggantungkan hidup dari mencari sagu di hutan dan menangkap ikan di sungai Mamberamo. Meski jauh dari kesan modern, rata-rata warga telah menyadari pentingnya pendidikan, hal ini dibuktikan dengan keberadaan lembaga pendidikan formal baik Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) ataupun Sekolah Menengah Umum (SMA).

Temukan Species Flora Terbaru

(IBC Papua, 12-11-2009)
Jayapura,- Balai Penelitian Kehutanan – Manokwari – Papua Barat akan mempublikasikan penemuan sejumlah jenis flora species terbaru dari Taman Wisata Alam Gunung Meja – Papua Barat.

Seperti yang dikatakan Kepala seksi Pelayanan dan Evaluasi dari Balai Penelitian Kehutanan – Manokwari Drs Jonny Holbert Panjaitan MSc, saat ditemui di stand Pameran Manokwari pada konferensi keanekaragaman hayati di Main hall Kantor Gubernur Dok II Jayapura kemarin sore Kamis (12/11).

Namun Jonny masih belum mau sesumbar mengatakan berapa jenis species baru yang akan diumumkan.

Dari hasil penelitian balai penelitian kehutanan Manokwari juga ditemukan jenis tanaman obat pale kuning. Menurut kepercayaan masyarakat setempat daun ini berkhasiat untuk penyakit malaria dan sebagai obat penambah tenaga. Selain itu juga balai ini sedang membudidayakan mangrove /tanaman bakau di Oransbary - Manokwari dengan menggunakan system tebang pilih.

Saat ini juga sedang dibuat konservasi penanaman pohon merbau. “Kita akan membuat kebun konservasi merbau seluas 7 hektar di Manokwari,”katanya.

Kebun konservasi merbau ini, dilakukan karena kayu jenis merbau (instia sp) atau istilah bekennya bernama kayu besi ini paling banyak diminati, karena mutunya bagus dan kuat.

Luas Papua sekitar 40,5 juta hektar hutan, juga kaya akan berbagai jenis flora dan fauna. Kekayaan flora ini diindikasikan dengan lengkapnya tipe hutan yang dimiliki. Mulai dari tipe hutan mangrove sampai vegetasi alpin.

Keanekaragaman flora diduga mencapai 15.000 – 20.000 jenis tumbuhan tinggi dengan jumlah marga yang sudah teridentifikasi sebanyak 1465.

Paling sedikit 124 marga diantaranya endemic. Demikian halnya dengan jenis fauna, terdapat 268 jenis burung endemic dari 641 jenis burung yang telah ditemukan pada saat itu.

Untuk fauna sendiri, juga ditemukan burung paruh bengkok di Gunung Meja. “Untuk fauna sendiri, kami juga menangkarkan kasuari di balai penelitian kami,”katanya lagi.

Dengan luas daratan yang mencapai 41 juta hektar lebih serta keanekaragaman hayati yang tinggi. Hal ini diyakini Papua dan Papua Barat dapat memberikan kontribusi yang baik bagi pembangunan nasional.

Balai penelitian kehutanan Manokwari (BPKM) merupakan salah satu unit pelaksana teknis badan penelitian dan pengembangan kehutanan Departemen Kehutanan. Sejarah balai ini diawali dengan penetapan proyek penelitian yang berkedudukan di Manokwari berdasarkan SK Menhut No.95 /Kpts-II/1984 dan secara operasional dimulai pada tahun 1985 dalam bentuk proyek penelitian kehutanan Manokwari (PPKM).(tim)

Dari Pembukaan Konferensi Keanekaragaman hayati di Jayapura. Jimmi Hendrik : Implemantasikan Konsep Keseimbangan Alam

(IBC Papua, 12-11-2009)
Konferensi Internasional Keragamanhayati yang diselenggarakan di Jayapura, tidak hanya berisi muatan isu lingungan semata, Panitia penyelenggara turut memberikan nuansa berbeda melalui sentuhan pameran aneka kerajinan yang dikerjakan oleh tangan-tangan putera-puteri asli Papua.

Salah satu peserta pameran yang ditemui yakni Jimmi Hendrik Affar mengaku sangat senang dengan adanya iven kali ini, “Kegiatannya sangat menarik, karena sekaligus membantu kami guna mempromosikan hasil karya seni dari Papua”, ujarnya.

Jimmi Hendrik Affar, adalah putera asal Kampung Enggros yang berkiprah di dunia busana lewat karya batik Papua yang mengangkat filosofis kehidupan masyarakat asli Enggros dan Tobati. Berbeda dengan motif batik lainnya, Jimmi konsen terhadap nilai-nilai adat istiadat masyarakat yang menempati kawasan Teluk Youtefa tersebut. Sebelumnya Jimmi pernah melanglang buana di dunia fashion tanah air dan bekerja pada desainer terkenal, dirinya merupakan satu-satunya pengrajin batik Papua yang berani membuat terobosan dengan menjadikan puteri Indonesia Nadine Chandrawinata sebagai duta batik Port Numbay miliknya.

Tema kegiatan kali ini terkait erat dengan karya milik Jimmi, “Dalam setiap desain maupun motif batik Port Numbay selalu mengangkat kehidupan masyarakat di kampung halaman saya, seperti motif ikan, kupu-kupu dan lainnya yang menceritakan keindahan alam juga kehidupan tradisonal, hal tersebut tidak terlepas dari komitmen menghargai tanah maupun alamnya”, ujarnya.

Harapan Jimmi agar konferensi kali ini mampu menghasilkan solusi yang tidak hanya sekedar memberikan janji tetapi sekaligus menjelma menjadi kontribusi nyata bagi kehidupan masyarakat di Tahah Papua.

Mendesak, rencana tata ruang berkelanjutan untuk konservasi Papua

(http://areahijau.blog.nationalgeographic.co.id, 12-11-2009)
Posted by Firman Firdaus on November 12, 2009

Mulai hari ini (11/11) hingga Sabtu (14/11) diselenggarakan konferensi bertajuk International Biodiversity Conference atau Konferensi Internasional tentang Keanekaragaman Hayati, mengenai pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua.

Konferensi ini menghadirkan sekitar seratusan orang peserta termasuk pakar dan ilmuan dunia dan nasional, penggiat lingkungan, pemerintah daerah Provinsi Papua dan Papua Barat, pemerintah pusat, LSM, pengusaha, dan perwakilan masyarakat adat. Konferensi ini dilaksanakan guna berbagi pengalaman dan menghimpun masukan dalam upaya mengintegrasikan aktivitas pembangunan dengan konservasi keanekaragaman hayati dan pengelolaan sumber daya alam dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua.

Papua, bagian paling timur Indonesia, saat ini terdiri dari dua provinsi, Papua dan Papua Barat dengan total kawasan seluas sekitar 421.981 kilometer persegi dengan penduduk sekitar 2 juta jiwa pada tahun 2004 (BPS, 2006).

“Tekanan dan ancaman bagi keanekaragaman hayati di Papua meningkat sejalan dengan keberadaan Papua sebagai target para investor untuk industri-industri perkebunan-kehutanan berskala besar. Ditambah lagi dengan permintaan permbangunan infrastruktur yang juga meningkat,” kata Abraham. O. Atururi Gubernur Papua Barat.

Abraham menambahkan, kegagalan pengelolaan hutan dan keanekaragaman hayati yang telah terjadi di Sumatra dan Papua sebaiknya tidak terulang lagi di Tanah Papua.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Papua Barnabas Suebu merinci lima strategi kunci untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di Propinsi Papua, yaitu: 1) Setidaknya 50 persen dari hutan konversi dipelihara untuk pengelolaan hutan yang berkelanjutan; 2) Hutan primer dengan nilai konservasi tinggi tidak boleh dialokasikan untuk pembangunan kebun kelapa sawit dan pemanfaatan lainnya; 3) Meningkatkan upaya efisiensi dan produktivitas lahan yang ada termasuk lahan perkebunan kelapa sawit yang ada; 4) Mempromosikan dan mengembangkan industri-industri berbasis energi terbarukan dalam kerangka kebijakan yang sama sekali tidak menggunakan energi fosil; 5) Mempromosikan pengembangan usaha-usaha kecil dan menengah pada bidang pertanian, kehutanan dan perikanan sebagai mesin penggerak ekonomi di kampong-kampung.

Dengan luasan hutan sekitar 42 juta hektare yang dimiliki Papua, Gubernur Suebu juga menunjukkan posisi signifikan bagi Papua dalam upaya memitigasi perubahan iklim global, termasuk keinginan provinsi tersebut untuk mempresentasikan rencana pembangunan rendah karbon (low-carbon development plan) dalam Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim di Kopenhagen pada Desember 2009.

Dalam sambutannya, Prof DR. Emil Salim sebagai Dewan Penasehat Presiden mengatakan bahwa lebih dari 50 persen keanekaragaman hayati Indonesia ditemukan di Papua, dengan rata-rata spesies endemik yang tinggi. Tanah Papua juga memiliki ekosistem yang lengkap dari ekosistem terumbu karang dan mangrove hingga ekosistem savana, hutan dataran rendah, tinggi, dan pegunungan.
Benja Mambai, DIrektur WWF-Indonesia untuk Program Sahul menekankan pentingnya konsistensi dalam menerapkan rencana tata ruang berkelanjutan di Papua “untuk merefleksikan nilai ekologi, sosial, dan budaya yang dimiliki Papua,” ujarnya.

Konferensi ini diharapkan dapat menghimpun masukan dari berbagai pihak mengenai konservasi, pemanfaatan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam dalam pembangunan ekonomi dan sosial, serta nilai budaya masyarakat asli di Tanah Papua.***

Gubernur Papua : Pemrov Segera Koordinasikan Kebijakan Investasi di Papua

(IBC Papua, 12-11-2009)
JAYAPURA – Gubernur Propinsi Papua Barnabas Suebu, SH membenarkan bahwa selama ini terjadi benturan kebijakan antara Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten terkait persoalan investasi di wilayah konservasi di Propinsi Papua “Memang ada beberapa kebijakan yang terkadang Pemerintah Kabupaten tidak paham mengenai aturan main utamanya investasi yang menyangkut aturan main terkait larangan di area konservasi”, ujarnya.

Pada konferensi pers yang digelar diruang kerja Gubernur Propinsi Papua terkait Konferensi Internasional Biodiversity Kamis (12/11) kemarin, dikatakan bahwa pemerintah Papua saat ini tengah menggodok Peraturan yang mengacu pada UU Kehutanan dan amanat otsus guna mengkoordinasikan aturan main mengenai larangan investasi diwilayah konservasi. “Saat ini kami tengah menata peraturan baru untuk ditetapkan menjadi Perdassi dan Perdassus dengan tidak mengabaikan UU Kehutanan yang sudah ada agar pihak pemkab tidak mengeluarkan kebijakan yang mengganggu wilayah konservasi”, tegasnya.

Sementara itu Gubernur Papua Barat Abraham O Atururi dalam press relasenya mengatakan tekanan ancaman bagi keanekaragaman hayati di propinsi Papua meningkat sejalan dengan keberadaan Papua sebagai target investor untuk industry-industri agro forestry yang berskala besar.”Pembangunan dan konservasi harus berjalan seimbang serta dilakukan dengan bijaksana sehingga mendukung jalannya pembangunan yang berkelanjutan.

Di akhir penjelasannya Gubernur menekankan pentingnya penegakan hukum agar setiap orang tidak semena-mena membuat aturan sendiri yang merugikan orang banyak. “Yang terpenting kita harus bisa menegakkan aturan secara sadar, jangan peraturan sudah ada kita buat aturan menurut keinginan kita”, ujarnya. (Team)

Tidak Ada Hutan, Tidak Ada Kehidupan

(www.kompas.com, 12-11-2009)
Laporan wartawan KOMPAS Ichwan Susanto

JAYAPURA, KOMPAS.com - Konferensi Internasional Keanekaragaman Hayati Pertama digelar di Jayapura Papua pada 11-14 November 2009. Dalam pembukaan kegiatan ini, Rabu (11/11) malam di Sasana Krida Kantor Gubernur Papua di Jayapura, Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta mengharapkan konferensi membawa hasil dan masukan berharga bagi pelestarian lingkungan di Papua, Indonesia, hingga dunia.

Pembukaan ini dilakukan secara konferensi jarak jauh melalui layar lebar antara Menteri dengan Gubernur Papua Barnabas Suebu, Wakil Gubernur Papua Barat Rahimin Katjong, dan Direktur Jenderal Planologi Departemen Kehutanan Sutrisno. Gubernur Suebu menuturkan kegiatan ini penting bagi perlindungan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati.

"Kita semua sependapat bahwa perubahan iklim merupakan ancaman terbesar terhadap eksistensi umat manusia dewasa ini. Perubahan iklim mendampaki setiap penghuni planet. Di Papua, kita sudah merasakan dampak tersebut, dalam bentuk kekeringan dan kelaparan di daerah pegunungan tengah akibat perubahan iklim global," ujarnya dalam bahasa Inggris kepada ratusan peserta.

Ia pun menuturkan Papua memiliki posisi yang signifikan dalam mengurangi dan memitigasi perubahan iklim. Kapasitas hutan Papua yang luasnya 42 juta hektare dapat memproses karbon dioksida kurang lebih sama dengan kemampuan untuk memproses jejak karbon yang dihasilkan oleh seluruh penduduk benua Eropa.

Kegiatan ini diikuti ratusan peserta dan narasumber dari dalam dan luar negeri. Pembicara dari luar negeri antara lain Bruce M. Beehler ( Amerika) dengan materi The Ecology of Papua, Terry Hills (Australia) dengan materi Climate Risk Profil for Papua And Papua Barat, Dr. Martin Golman (PNG) dengan materi Sustainable Forestry Management, Darius Sarshar (Inggris) de ngan materi Biodiversicity Credit, Chris Bennet (Inggris).

Sementara itu pembicara luar negeri yang sudah ada di Indonesia Jos Houterman ( Belanda), Wim Giesen (Belanda ), Dr. Weiglein Werner (Jerman ) dan beberapa pembicara lain.

Gubernur Papua Suebu mengharapkan konferensi ini membawa pembangunan berkelanjutan di Papua. "Mengapa? Karena apabila tidak ada pohon, maka tidak akan ada kehidupan. Tidak ada hutan, tidak ada kehidupan," ujarnya.
Editor: wah

Konferensi Internasional Keanekaragaman Hayati Dalam Kerangka Pembangunan Berkelanjutan Digelar di Jayapura, Papua

(www.wwf.or.id, 12-11-2009)
Jayapura (12/11) - Sebuah konferensi bertajuk International Biodiversity Conference atau Konferensi Internasional Keanekaragamanhayati, mengenai pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua hari ini (12/11) dimulai dan berlangsung hingga Sabtu (14/11) di Jayapura, Papua. Konferensi ini menghadirkan sekitar seratusan orang peserta termasuk pakar ilmuan dunia dan nasional, pegiat lingkungan, pemerintah daerah propinsi Papua dan Papua Barat, pemerintah pusat, LSM, pengusaha, dan perwakilan masyarakat adat. Konferensi ini dilaksanakan guna berbagi pengalaman dan menghimpun masukan dalam upaya mengintegrasikan aktivitas pembangunan dengan konservasi keanekaragaman hayati dan pengelolaan sumberdaya alam dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua.


"Tanah Papua", bagian paling timur dari Indonesia, saat ini terdiri dari dua provinsi, Papua dan Papua Barat dengan total kawasan seluas sekitar 421.981 kilometer persegi dengan penduduk sekitar 2 juta jiwa pada tahun 2004 (BPS, 2006).

"Tekanan dan ancaman bagi keanekaragaman hayati di Tanah Papua meningkat sejalan dengan keberadaan Tanah Papua sebagai target para investor untuk industri-industri agro forestri yang berskala besar. Ditambah lagi dengan permintaan permbangunan infrastruktur yang juga meningkat, "kata Abraham. O. Atururi Gubernur Papua Barat. "Oleh karena itu pembangunan dan konservasi harus berjalan seimbang dan dilakukan dengan bijaksana sehingga mendukung berjalannya pembangunan yang berkelanjutan. Kegagalan pengelolaan hutan dan keanekaragaman hayati yang telah terjadi di Sumatera dan Papua sebaiknya tidak terulang lagi di Tanah Papua," tambahnya. Gubernur Papua Barat juga mengajak berbagai pihak - termasuk pelaku ekonomi dan mitra lainnya - untuk bergabung dalam upaya pelestarian alam dan sumber hayati di Tanah Papua

Barnabas Suebu, Gubernur Papua mengatakan, bahwa melalui penyelenggaraan konferensi ini, Pemda dengan bangga menyatakan bahwa pembangunan yang berkualitas dan berkelanjutan adalah sesuatu hal yang mungkin dilakukan melalui perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara bijaksana.

"Ada 5 strategi kunci untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di Propinsi Papua, yaitu Satu, setidaknya 50 persen dari hutan konversi dipelihara untuk pengelolaan hutan yang berkelanjutan; Dua, hutan primer dengan nilai konservasi tinggi tidak boleh dialokasikan untuk pembangunan kebun kelapa sawit dan pemanfaatan lainnya; dan Tiga, meningkatkan upaya efisiensi dan produktivitas dari lahan yang ada termasuk lahan perkebunan kelapa sawit yang ada," kata Barnabas Suebu. Dua strategi lainnya termasuk mempromosikan dan mengembangkan industry-industri berbasis energi terbarukan dalam kerangka kebijakan yang sama sekali tidak menggunakan energi fosil - tetapi lebih menekankan pengembangan dan penggunaan secara berkelanjutan sumber-sumber energi yang berasal dari air, angin, matahari dan sumber-sumber biofuel yang berlimpah di papua seperti sagu dan nipah; dan mempromosikan pengembangan usaha-usaha kecil dan menengah pada bidang pertanian, kehutanan dan perikanan sebagai mesin penggerak ekonomi di kampong-kampung.

Dengan luasan hutan sekitar 42 juta hektar yang dimiliki Papua, Gubernur Suebu juga menunjukkan posisi signifikan bagi Papua dalam upaya memitigasi perubahan iklim global, termasuk keinginan propinsi tersebut untuk mempresentasikan rencana pembangunan rendah karbon(low-carbon development plan) dalam Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim di Kopenhagen pada Desember 2009.

Dalam sambutannya Prof DR. Emil Salim sebagai Dewan Penasehat Presiden mengatakan bahwa lebih dari 50 persen keanekaragaman hayati Indonesia ditemukan di Papua, dengan rata-rata spesies endemik yang tinggi. Tanah Papua juga memiliki ekosistem yang lengkap dari ekosistem terumbu karang dan mangrove hingga ekosistem savana, hutan dataran rendah, tinggi, dan pegunungan. Dalam kurun waktu 2000 s/d 2008 ilmuan dari CI menemukan spesies flora dan fauna - termasuk spesies darat (terrestrial) dan berbagai terumbu karang - dalam jumlah yang relatif tinggi.

"Sebagai daerah yang memiliki nilai konservasi tinggi, maka sangat penting bahwa nilai ekologi, sosial dan budaya Tanah Papua dapat direfleksikan dalam rencana tata ruang berkelanjutan, yang kemudian diimplementasikan secara konsisten " kata Benja Mambai, Direktur WWF-Indonesia untuk Sahul Program. "WWF menyambut baik dan memberikan penghargaan yang tinggi serta mendukung inisiatif dan kepemimpinan pemerintah daerah Papua dan Papua Barat dalam menyelenggarakan konferensi ini. Kami berharap hasil dari konferensi ini dapat menjadi landasan untuk memformulasikan visi pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua dengan memperhatikan keunikan keanekaragaman hayati, sumberdaya alam, dan sosial budayanya serta mengakomodasi tantangan perubahan iklim global".

right
"Kami berharap melalui konferensi ini, informasi ilmiah serta berbagai input dapat dikumpulkan, termasuk berbagai inisiatif dan komitmen konkrit dari berbagai mitra dan pemangku kepentingan, kata Peter Kamarea dari Conservation International. "Kita semua mestinya bisa belajar memahami bahwa sepanjang sejarah manusia 'konservasi tanpa pembangunan manusianya adalah sia-sia, tetapi pembangunan tanpa konservasi sumberdaya alam telah terbukti fatal bagi manusia," kata Peter menambahkan.

Konferensi ini diharapkan dapat menghimpun masukan dari berbagai pihak mengenai konservasi, pemanfaatan keanekaragaman hayati dan sumberdaya alam dalam pembangunan ekonomi dan sosial, serta nilai budaya masyarakat asli di Tanah Papua. Masukan ini diperlukan dalam rangka mengembangkan strategi untuk ekoturisme, pemanfaatan SDA, dan pengelolaan sumberdaya hutan berbasiskan masyarakat secara berkelanjutan. Sebagai hasil dari konferensi ini, diharapkan dalam jangka satu tahun sebuah visi pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua dapat disepakati oleh pemerintah daerah dan masyarakat serta pihak terkait, dan selanjutnya disahkan secara resmi oleh DPRD di Papua dan Papua Barat.

Untuk informasi lebih lanjut, kontak:
* August Rumansara, Papua Governor Advisor +62 81248874004, a_rumansara@yahoo.com
* Ir. Noak Kapisa, MSc Ketua International Biodiversity Conference +62 81344038508 noakkapisa@yahoo.com
* Ian Kosasih, WWF-Indonesia's Forest Program Director, +62 811110697 ikosasih@wwf.or.id
* Benja Mambai WWF-Indonesia's Papua Program Director +62 8124809407 bmambai@wwf.or.id
* Peter Kamarea, Conservation International ph +62 8114803601 p.kamarea@conservation.org


Catatan untuk Editor:
1. "Sambutan Gubenur Papua (in English) dapat diunduh di:http://www.mediafire.com/file/jw41mdz2mdy/Speech Governor Papua at the IBC11Nov09.pdf
2. "Sambutan Gubernur Papua Barat(in Bahasa)dapat diunduh di:http://www.mediafire.com/file/nzzkyljtjny/Speech Papua Barat Governor 11Nov09.pdf
3. "Sambutan Mentri Kehutanan (in Bahasa) dapat diunduh di:http://www.mediafire.com/file/mztm3jymnjm/Speech Menteri Kehutanan di Papua 12Nov09.pdf
4. Hingga saat ini belum ada data acuan tentang rata-rata deforestasi di Papua, meskipun observasi di lapangan menunjukkan adanya peningkatan rata-rata kerusakan hutan yang cukup tajam. Berdasarkan data dari Departemen Kehutanan (2002) rata-rata deforestasi pada periode 1985-1997 mencapai 117.523 hektar per tahun
5. Aktivitas pelestarian alam telah dilakukan di Tanah Papua sejak awal tahun 1980-an melalui penetapan beberapa kawasan konservasi. Sekitar 8 juta hektar, atau 20 persen dari daratan Papua, telah dideklarasikan sebagai kawasan konservasi dan 10 juta hektar atau sekitar 22 persen total daratan telah dideklarasikan sebagai hutan lindung (Dinas Kehutanan Provinsi Papua, 2001). Luasan tersebut lebih dari rata-rata propinsi lainnya di Indonesia. Dibandingkan dengan negara tetangga, Papua New Guinea misalnya, hanya 3 persen saja dari total kawasan di negara tersebut yang dialokasikan sebagai kawasan pengelolaan hidupan liar. Penetapan kawasan lindung di Papua juga merupakan salah satu yang memiliki system dengan desain terbaik (Jared Diamond, 1988).
6. Untuk informasi lebih lanjut dapat melihat website www.ibcpapua.blogspot.com

Hutan di Papua Tinggal 41,25 Juta Hektare

JAYAPURA - Dalam kurun waktu 2003 hingga sekarang lebih dari 5,8 juta hektare hutan Papua rusak. Saat ini Papua masih memiliki 41,25 juta hektare hutan.

Gubernur Papua Barnabas Suebu dalam Konferensi Internasional Keanekaragaman Hayati di Jayapura, Kamis (12/11/2009), mengatakan dari 41,25 Juta hutan yang tersisa, 50 persen di antaranya adalah hutan konservasi, 30 persen di antaranya adalah hutan konversi dan 20 persen sisanya hutan lindung.

Dia juga mengungkapkan, lahan perkebunan kelapa sawit saat ini juga tidak terlalu banyak di Papua yakni sekira 50.000 hektare.
Untuk menjaga kelestarian hutan yang ada di Papua ini, dia mengatakan tidak segan-segan mencabut HPH jika pengusaha dianggap merugikan pelestarian hutan.

"Kita ada kebijakan baru di Papua HPH bisa dicabut jika merugikan masyarakat asli Papua yang mempunyai hutan. Dan juga itu melanggar hukum," ujarnya.(fit) (mbs)

Papua Promosikan Energi Terbarukan

Jayapura, Kompas - Gubernur Papua Barnabas Suebu bertekad mempromosikan dan mengembangkan industri berbasis energi terbarukan. Sementara hutan primer tidak boleh dialokasikan untuk perkebunan kelapa sawit. Hal itu diungkapkan Suebu di sela-sela penyelenggaraan Konferensi Internasional Keanekaragaman Hayati.

Suebu, Kamis (12/11) di Jayapura, menuturkan lima strategi kunci untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di wilayahnya.

Kelima strategi ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua dan menjaga kelestarian alam Papua yang diakui sebagai paru-paru dunia.

Strategi pertama, ujar Suebu, setidaknya 50 persen hutan konservasi dipelihara untuk pengelolaan hutan berkelanjutan.

Strategi yang kedua adalah hutan primer dengan nilai konservasi tinggi tidak boleh dialokasikan untuk pembangunan kebun kelapa sawit dan pemanfaatan lain.

Dia menuturkan, strategi ketiga adalah meningkatkan upaya efisiensi dan produktivitas lahan yang ada, termasuk lahan perkebunan kelapa sawit.

Strategi keempat adalah mempromosikan dan mengembangkan industri berbasis energi terbarukan.

”Ini dalam kerangka kebijakan yang sama sekali tak menggunakan energi fosil, tetapi lebih menekankan pada pengembangan dan penggunaan secara berkelanjutan sumber energi yang berasal dari air, angin, matahari, dan sumber biofuel yang berlimpah di Papua, seperti sagu dan nipah,” ujarnya.

Strategi kelima, lanjutnya, ialah mempromosikan pengembangan usaha-usaha kecil dan menengah pada bidang pertanian, kehutanan, dan perikanan sebagai mesin penggerak ekonomi di kampung.

Suebu menegaskan, area 42 juta hektar total luas hutan Papua (termasuk Provinsi Papua Barat) menunjukkan, Papua punya posisi sangat strategis untuk berperan dalam mitigasi perubahan iklim global.

Oleh karena itu, Papua berencana mempresentasikan rencana pembangunan yang rendah karbon di Konferensi PBB mengenai Perubahan Iklim di Kopenhagen, Denmark, 7-18 Desember 2009.

Konservasi 50 persen
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Marthen Kayoi menuturkan, 50 persen luas total hutan Papua ditujukan untuk konservasi, 30 persen hutan produksi, dan 20 persen hutan lindung. Total luas hutan Papua mencapai 41,2 juta hektar, sementara luas hutan Papua Barat 9,9 juta hektar.

Ia menuturkan, pemantauan citra satelit tahun 2003-2009 menunjukkan lebih kurang 5,8 juta hektar rusak. Penyebab kerusakan antara lain pembangunan infrastruktur, permukiman, dan perusahaan perkayuan.

Dalam keterangan pers yang beredar di arena konferensi tertulis, hingga sekarang belum ada data acuan terkini tentang rata-rata deforestasi di Papua. Berdasarkan data Departemen Keuangan (2002) rata-rata deforestasi periode 1985-1997 mencapai 117.523 hektar per tahun. (ICH)

Rabu, 11 November 2009

Governor of Papua : Four Carries Development

(IBC Papua www.ibcpapua.blogspot.com, 11-11-2009)
Jayapura, - Meanwhile in his speech the Governor of Papua Barnabas Suebu said sustainable development both in Papua have to do 4 things are reviewing the models of economic development that has taken place in Papua for this.

Two, working hard to improve the quality and update instruments of development planning, including development of long-term, medium and Spatial plan of Papua Province and created the growth of middle-class society Papua strong.

Three, strengthen the legal frameworks in order to protect and empower the indigenous people of Papua, in the process of sustainable development, to develop regulations and perdasus contains recognition of these rights.

Four, working hard lo strengthen institutional mechanisms to achieve the results, adding sustainable, including decision-making structure in the villages. Because some scattered indigenous people of Papua are not residing in urban areas, but in the villages of their traditional,.

Sustainable development in Papua can be implementer better. "Why? Because if there are no trees there would be no life in Papua. There is no forest, no life, "he said.

Minggu, 01 November 2009

AGENDA KEGIATAN : IBC (11 s/d 14 Nopember 2009)

INTERNATIONAL BIODIVERSITY CONFERENCE (IBC) 2009
KONFERENSI INTERNATIONAL KERAGAMAN HAYATI
Acara Konferensi bertaraf International yang pertama kali dilakukan di Jayapura, Papua - Indonesia

Waktu Pelaksanaan :
Tanggal : 11 Nopember s/d 14 Nopember 2009
Lokasi Pelaksanaan : Kantor Gubernur Provinsi Papua, Jayapura – Papua
P e s e r t a : Para ahli, pakar dan pemerhati masalah biodiversity, lingkungan, alam, flora & fauna, sumber daya alam dari manca negara dan para undangan


Paket Kegiatan :
  • Mengikuti presentasi dan seminar dari para pakar ahli biodiversity, lingkungan, sumber daya alam, konservasi dari manca negara
  • Melihat langsung pagelaran seni tari adat khas paua, paduan suara, seni pahat dan ukir di tempat acara berlangsungnya konferensi

  • Tour Wisata ke daerah biodiversity, seperti Cagar Alam Cycloops - Jayapura , Wisata Laut di Teluk Humbolt, Wisata Bawah Laut (diving) di Kepulauan Raja Ampat - Sorong,

  • Wisata Alam dan Budaya Asmat di Wamena, Wisata Mengenal Spesies di Taman Nasional Wasur – Merauke.

Acara ini terselenggara atas kerjasama :
- Pemerintah Daerah Provinsi Papua
- Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat
- Badan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Provinsi Papua
- WWF Region Sahul Papua
- Conservation International

Informasi lengkap hubungi lebih lanjut :
Sekretariat IBC Papua 1,
Kantor Badan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup (BPSDALH) Provinsi Papua,d/a Gedung B Dinas Otonom Provinsi Papua, Jayapura - Papua,
Jln. Raya Abepura, Kotaraja - Jayapura
Telp. /Fax +62967 587694
Email : info.ibcpapua@gmail.com

Sekretariat IBC Papua 2,
Kantor Dinas Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi, Lantai 3
Komplek Kantor Gubernur Provinsi Papua,
Jln. Soa Siu - Jayapura
Email : info.ibcpapua@gmail.com

Kontak :
Lien Fransien Maloali (+6281248014951),
Michael Mantiri (+62811483754),
Jhon Herman (+628138897582),

E-mail : Lien Fransien Maloali (lonyalee@yahoo.com), Michael Mantiri (mae_mantiri@yahoo.com), Jhon Herman (mjohnherman@yahoo.co.id)