(IBC Papua, 12-11-2009)
JAYAPURA – Gubernur Propinsi Papua Barnabas Suebu, SH membenarkan bahwa selama ini terjadi benturan kebijakan antara Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten terkait persoalan investasi di wilayah konservasi di Propinsi Papua “Memang ada beberapa kebijakan yang terkadang Pemerintah Kabupaten tidak paham mengenai aturan main utamanya investasi yang menyangkut aturan main terkait larangan di area konservasi”, ujarnya.
Pada konferensi pers yang digelar diruang kerja Gubernur Propinsi Papua terkait Konferensi Internasional Biodiversity Kamis (12/11) kemarin, dikatakan bahwa pemerintah Papua saat ini tengah menggodok Peraturan yang mengacu pada UU Kehutanan dan amanat otsus guna mengkoordinasikan aturan main mengenai larangan investasi diwilayah konservasi. “Saat ini kami tengah menata peraturan baru untuk ditetapkan menjadi Perdassi dan Perdassus dengan tidak mengabaikan UU Kehutanan yang sudah ada agar pihak pemkab tidak mengeluarkan kebijakan yang mengganggu wilayah konservasi”, tegasnya.
Sementara itu Gubernur Papua Barat Abraham O Atururi dalam press relasenya mengatakan tekanan ancaman bagi keanekaragaman hayati di propinsi Papua meningkat sejalan dengan keberadaan Papua sebagai target investor untuk industry-industri agro forestry yang berskala besar.”Pembangunan dan konservasi harus berjalan seimbang serta dilakukan dengan bijaksana sehingga mendukung jalannya pembangunan yang berkelanjutan.
Di akhir penjelasannya Gubernur menekankan pentingnya penegakan hukum agar setiap orang tidak semena-mena membuat aturan sendiri yang merugikan orang banyak. “Yang terpenting kita harus bisa menegakkan aturan secara sadar, jangan peraturan sudah ada kita buat aturan menurut keinginan kita”, ujarnya. (Team)
AYO KITA DUKUNG : KONFERENSI INTERNASIONAL KERAGAMAN BUDAYA PAPUA, 8-11 NOPEMBER 2010

Akan diselenggarakan Konferensi Internasional Kedua di Jayapura, Papua - Indonesia tentang "Konferensi Internasional Keragaman Budaya Papua dalam Keragaman Kebudayaan Indonesia " tanggal 8-11 Nopember 2010 bertempat di Kantor Gubernur Provinsi Papua, Jln.Soa Siu, Jayapura-Papua. Bagi Anda yang tertarik mengetahui informasinya dan ingin ikut serta pada acara tersebut silahkan kunjungi Website di www.icpcd.org


Kamis, 12 November 2009
Tidak Ada Hutan, Tidak Ada Kehidupan
(www.kompas.com, 12-11-2009)
Laporan wartawan KOMPAS Ichwan Susanto
JAYAPURA, KOMPAS.com - Konferensi Internasional Keanekaragaman Hayati Pertama digelar di Jayapura Papua pada 11-14 November 2009. Dalam pembukaan kegiatan ini, Rabu (11/11) malam di Sasana Krida Kantor Gubernur Papua di Jayapura, Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta mengharapkan konferensi membawa hasil dan masukan berharga bagi pelestarian lingkungan di Papua, Indonesia, hingga dunia.
Pembukaan ini dilakukan secara konferensi jarak jauh melalui layar lebar antara Menteri dengan Gubernur Papua Barnabas Suebu, Wakil Gubernur Papua Barat Rahimin Katjong, dan Direktur Jenderal Planologi Departemen Kehutanan Sutrisno. Gubernur Suebu menuturkan kegiatan ini penting bagi perlindungan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati.
"Kita semua sependapat bahwa perubahan iklim merupakan ancaman terbesar terhadap eksistensi umat manusia dewasa ini. Perubahan iklim mendampaki setiap penghuni planet. Di Papua, kita sudah merasakan dampak tersebut, dalam bentuk kekeringan dan kelaparan di daerah pegunungan tengah akibat perubahan iklim global," ujarnya dalam bahasa Inggris kepada ratusan peserta.
Ia pun menuturkan Papua memiliki posisi yang signifikan dalam mengurangi dan memitigasi perubahan iklim. Kapasitas hutan Papua yang luasnya 42 juta hektare dapat memproses karbon dioksida kurang lebih sama dengan kemampuan untuk memproses jejak karbon yang dihasilkan oleh seluruh penduduk benua Eropa.
Kegiatan ini diikuti ratusan peserta dan narasumber dari dalam dan luar negeri. Pembicara dari luar negeri antara lain Bruce M. Beehler ( Amerika) dengan materi The Ecology of Papua, Terry Hills (Australia) dengan materi Climate Risk Profil for Papua And Papua Barat, Dr. Martin Golman (PNG) dengan materi Sustainable Forestry Management, Darius Sarshar (Inggris) de ngan materi Biodiversicity Credit, Chris Bennet (Inggris).
Sementara itu pembicara luar negeri yang sudah ada di Indonesia Jos Houterman ( Belanda), Wim Giesen (Belanda ), Dr. Weiglein Werner (Jerman ) dan beberapa pembicara lain.
Gubernur Papua Suebu mengharapkan konferensi ini membawa pembangunan berkelanjutan di Papua. "Mengapa? Karena apabila tidak ada pohon, maka tidak akan ada kehidupan. Tidak ada hutan, tidak ada kehidupan," ujarnya.
Editor: wah
Laporan wartawan KOMPAS Ichwan Susanto
JAYAPURA, KOMPAS.com - Konferensi Internasional Keanekaragaman Hayati Pertama digelar di Jayapura Papua pada 11-14 November 2009. Dalam pembukaan kegiatan ini, Rabu (11/11) malam di Sasana Krida Kantor Gubernur Papua di Jayapura, Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta mengharapkan konferensi membawa hasil dan masukan berharga bagi pelestarian lingkungan di Papua, Indonesia, hingga dunia.
Pembukaan ini dilakukan secara konferensi jarak jauh melalui layar lebar antara Menteri dengan Gubernur Papua Barnabas Suebu, Wakil Gubernur Papua Barat Rahimin Katjong, dan Direktur Jenderal Planologi Departemen Kehutanan Sutrisno. Gubernur Suebu menuturkan kegiatan ini penting bagi perlindungan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati.
"Kita semua sependapat bahwa perubahan iklim merupakan ancaman terbesar terhadap eksistensi umat manusia dewasa ini. Perubahan iklim mendampaki setiap penghuni planet. Di Papua, kita sudah merasakan dampak tersebut, dalam bentuk kekeringan dan kelaparan di daerah pegunungan tengah akibat perubahan iklim global," ujarnya dalam bahasa Inggris kepada ratusan peserta.
Ia pun menuturkan Papua memiliki posisi yang signifikan dalam mengurangi dan memitigasi perubahan iklim. Kapasitas hutan Papua yang luasnya 42 juta hektare dapat memproses karbon dioksida kurang lebih sama dengan kemampuan untuk memproses jejak karbon yang dihasilkan oleh seluruh penduduk benua Eropa.
Kegiatan ini diikuti ratusan peserta dan narasumber dari dalam dan luar negeri. Pembicara dari luar negeri antara lain Bruce M. Beehler ( Amerika) dengan materi The Ecology of Papua, Terry Hills (Australia) dengan materi Climate Risk Profil for Papua And Papua Barat, Dr. Martin Golman (PNG) dengan materi Sustainable Forestry Management, Darius Sarshar (Inggris) de ngan materi Biodiversicity Credit, Chris Bennet (Inggris).
Sementara itu pembicara luar negeri yang sudah ada di Indonesia Jos Houterman ( Belanda), Wim Giesen (Belanda ), Dr. Weiglein Werner (Jerman ) dan beberapa pembicara lain.
Gubernur Papua Suebu mengharapkan konferensi ini membawa pembangunan berkelanjutan di Papua. "Mengapa? Karena apabila tidak ada pohon, maka tidak akan ada kehidupan. Tidak ada hutan, tidak ada kehidupan," ujarnya.
Editor: wah
Konferensi Internasional Keanekaragaman Hayati Dalam Kerangka Pembangunan Berkelanjutan Digelar di Jayapura, Papua
(www.wwf.or.id, 12-11-2009)
Jayapura (12/11) - Sebuah konferensi bertajuk International Biodiversity Conference atau Konferensi Internasional Keanekaragamanhayati, mengenai pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua hari ini (12/11) dimulai dan berlangsung hingga Sabtu (14/11) di Jayapura, Papua. Konferensi ini menghadirkan sekitar seratusan orang peserta termasuk pakar ilmuan dunia dan nasional, pegiat lingkungan, pemerintah daerah propinsi Papua dan Papua Barat, pemerintah pusat, LSM, pengusaha, dan perwakilan masyarakat adat. Konferensi ini dilaksanakan guna berbagi pengalaman dan menghimpun masukan dalam upaya mengintegrasikan aktivitas pembangunan dengan konservasi keanekaragaman hayati dan pengelolaan sumberdaya alam dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua.
"Tanah Papua", bagian paling timur dari Indonesia, saat ini terdiri dari dua provinsi, Papua dan Papua Barat dengan total kawasan seluas sekitar 421.981 kilometer persegi dengan penduduk sekitar 2 juta jiwa pada tahun 2004 (BPS, 2006).
"Tekanan dan ancaman bagi keanekaragaman hayati di Tanah Papua meningkat sejalan dengan keberadaan Tanah Papua sebagai target para investor untuk industri-industri agro forestri yang berskala besar. Ditambah lagi dengan permintaan permbangunan infrastruktur yang juga meningkat, "kata Abraham. O. Atururi Gubernur Papua Barat. "Oleh karena itu pembangunan dan konservasi harus berjalan seimbang dan dilakukan dengan bijaksana sehingga mendukung berjalannya pembangunan yang berkelanjutan. Kegagalan pengelolaan hutan dan keanekaragaman hayati yang telah terjadi di Sumatera dan Papua sebaiknya tidak terulang lagi di Tanah Papua," tambahnya. Gubernur Papua Barat juga mengajak berbagai pihak - termasuk pelaku ekonomi dan mitra lainnya - untuk bergabung dalam upaya pelestarian alam dan sumber hayati di Tanah Papua
Barnabas Suebu, Gubernur Papua mengatakan, bahwa melalui penyelenggaraan konferensi ini, Pemda dengan bangga menyatakan bahwa pembangunan yang berkualitas dan berkelanjutan adalah sesuatu hal yang mungkin dilakukan melalui perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara bijaksana.
"Ada 5 strategi kunci untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di Propinsi Papua, yaitu Satu, setidaknya 50 persen dari hutan konversi dipelihara untuk pengelolaan hutan yang berkelanjutan; Dua, hutan primer dengan nilai konservasi tinggi tidak boleh dialokasikan untuk pembangunan kebun kelapa sawit dan pemanfaatan lainnya; dan Tiga, meningkatkan upaya efisiensi dan produktivitas dari lahan yang ada termasuk lahan perkebunan kelapa sawit yang ada," kata Barnabas Suebu. Dua strategi lainnya termasuk mempromosikan dan mengembangkan industry-industri berbasis energi terbarukan dalam kerangka kebijakan yang sama sekali tidak menggunakan energi fosil - tetapi lebih menekankan pengembangan dan penggunaan secara berkelanjutan sumber-sumber energi yang berasal dari air, angin, matahari dan sumber-sumber biofuel yang berlimpah di papua seperti sagu dan nipah; dan mempromosikan pengembangan usaha-usaha kecil dan menengah pada bidang pertanian, kehutanan dan perikanan sebagai mesin penggerak ekonomi di kampong-kampung.
Dengan luasan hutan sekitar 42 juta hektar yang dimiliki Papua, Gubernur Suebu juga menunjukkan posisi signifikan bagi Papua dalam upaya memitigasi perubahan iklim global, termasuk keinginan propinsi tersebut untuk mempresentasikan rencana pembangunan rendah karbon(low-carbon development plan) dalam Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim di Kopenhagen pada Desember 2009.
Dalam sambutannya Prof DR. Emil Salim sebagai Dewan Penasehat Presiden mengatakan bahwa lebih dari 50 persen keanekaragaman hayati Indonesia ditemukan di Papua, dengan rata-rata spesies endemik yang tinggi. Tanah Papua juga memiliki ekosistem yang lengkap dari ekosistem terumbu karang dan mangrove hingga ekosistem savana, hutan dataran rendah, tinggi, dan pegunungan. Dalam kurun waktu 2000 s/d 2008 ilmuan dari CI menemukan spesies flora dan fauna - termasuk spesies darat (terrestrial) dan berbagai terumbu karang - dalam jumlah yang relatif tinggi.
"Sebagai daerah yang memiliki nilai konservasi tinggi, maka sangat penting bahwa nilai ekologi, sosial dan budaya Tanah Papua dapat direfleksikan dalam rencana tata ruang berkelanjutan, yang kemudian diimplementasikan secara konsisten " kata Benja Mambai, Direktur WWF-Indonesia untuk Sahul Program. "WWF menyambut baik dan memberikan penghargaan yang tinggi serta mendukung inisiatif dan kepemimpinan pemerintah daerah Papua dan Papua Barat dalam menyelenggarakan konferensi ini. Kami berharap hasil dari konferensi ini dapat menjadi landasan untuk memformulasikan visi pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua dengan memperhatikan keunikan keanekaragaman hayati, sumberdaya alam, dan sosial budayanya serta mengakomodasi tantangan perubahan iklim global".
right
"Kami berharap melalui konferensi ini, informasi ilmiah serta berbagai input dapat dikumpulkan, termasuk berbagai inisiatif dan komitmen konkrit dari berbagai mitra dan pemangku kepentingan, kata Peter Kamarea dari Conservation International. "Kita semua mestinya bisa belajar memahami bahwa sepanjang sejarah manusia 'konservasi tanpa pembangunan manusianya adalah sia-sia, tetapi pembangunan tanpa konservasi sumberdaya alam telah terbukti fatal bagi manusia," kata Peter menambahkan.
Konferensi ini diharapkan dapat menghimpun masukan dari berbagai pihak mengenai konservasi, pemanfaatan keanekaragaman hayati dan sumberdaya alam dalam pembangunan ekonomi dan sosial, serta nilai budaya masyarakat asli di Tanah Papua. Masukan ini diperlukan dalam rangka mengembangkan strategi untuk ekoturisme, pemanfaatan SDA, dan pengelolaan sumberdaya hutan berbasiskan masyarakat secara berkelanjutan. Sebagai hasil dari konferensi ini, diharapkan dalam jangka satu tahun sebuah visi pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua dapat disepakati oleh pemerintah daerah dan masyarakat serta pihak terkait, dan selanjutnya disahkan secara resmi oleh DPRD di Papua dan Papua Barat.
Untuk informasi lebih lanjut, kontak:
* August Rumansara, Papua Governor Advisor +62 81248874004, a_rumansara@yahoo.com
* Ir. Noak Kapisa, MSc Ketua International Biodiversity Conference +62 81344038508 noakkapisa@yahoo.com
* Ian Kosasih, WWF-Indonesia's Forest Program Director, +62 811110697 ikosasih@wwf.or.id
* Benja Mambai WWF-Indonesia's Papua Program Director +62 8124809407 bmambai@wwf.or.id
* Peter Kamarea, Conservation International ph +62 8114803601 p.kamarea@conservation.org
Catatan untuk Editor:
1. "Sambutan Gubenur Papua (in English) dapat diunduh di:http://www.mediafire.com/file/jw41mdz2mdy/Speech Governor Papua at the IBC11Nov09.pdf
2. "Sambutan Gubernur Papua Barat(in Bahasa)dapat diunduh di:http://www.mediafire.com/file/nzzkyljtjny/Speech Papua Barat Governor 11Nov09.pdf
3. "Sambutan Mentri Kehutanan (in Bahasa) dapat diunduh di:http://www.mediafire.com/file/mztm3jymnjm/Speech Menteri Kehutanan di Papua 12Nov09.pdf
4. Hingga saat ini belum ada data acuan tentang rata-rata deforestasi di Papua, meskipun observasi di lapangan menunjukkan adanya peningkatan rata-rata kerusakan hutan yang cukup tajam. Berdasarkan data dari Departemen Kehutanan (2002) rata-rata deforestasi pada periode 1985-1997 mencapai 117.523 hektar per tahun
5. Aktivitas pelestarian alam telah dilakukan di Tanah Papua sejak awal tahun 1980-an melalui penetapan beberapa kawasan konservasi. Sekitar 8 juta hektar, atau 20 persen dari daratan Papua, telah dideklarasikan sebagai kawasan konservasi dan 10 juta hektar atau sekitar 22 persen total daratan telah dideklarasikan sebagai hutan lindung (Dinas Kehutanan Provinsi Papua, 2001). Luasan tersebut lebih dari rata-rata propinsi lainnya di Indonesia. Dibandingkan dengan negara tetangga, Papua New Guinea misalnya, hanya 3 persen saja dari total kawasan di negara tersebut yang dialokasikan sebagai kawasan pengelolaan hidupan liar. Penetapan kawasan lindung di Papua juga merupakan salah satu yang memiliki system dengan desain terbaik (Jared Diamond, 1988).
6. Untuk informasi lebih lanjut dapat melihat website www.ibcpapua.blogspot.com
Jayapura (12/11) - Sebuah konferensi bertajuk International Biodiversity Conference atau Konferensi Internasional Keanekaragamanhayati, mengenai pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua hari ini (12/11) dimulai dan berlangsung hingga Sabtu (14/11) di Jayapura, Papua. Konferensi ini menghadirkan sekitar seratusan orang peserta termasuk pakar ilmuan dunia dan nasional, pegiat lingkungan, pemerintah daerah propinsi Papua dan Papua Barat, pemerintah pusat, LSM, pengusaha, dan perwakilan masyarakat adat. Konferensi ini dilaksanakan guna berbagi pengalaman dan menghimpun masukan dalam upaya mengintegrasikan aktivitas pembangunan dengan konservasi keanekaragaman hayati dan pengelolaan sumberdaya alam dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua.
"Tanah Papua", bagian paling timur dari Indonesia, saat ini terdiri dari dua provinsi, Papua dan Papua Barat dengan total kawasan seluas sekitar 421.981 kilometer persegi dengan penduduk sekitar 2 juta jiwa pada tahun 2004 (BPS, 2006).
"Tekanan dan ancaman bagi keanekaragaman hayati di Tanah Papua meningkat sejalan dengan keberadaan Tanah Papua sebagai target para investor untuk industri-industri agro forestri yang berskala besar. Ditambah lagi dengan permintaan permbangunan infrastruktur yang juga meningkat, "kata Abraham. O. Atururi Gubernur Papua Barat. "Oleh karena itu pembangunan dan konservasi harus berjalan seimbang dan dilakukan dengan bijaksana sehingga mendukung berjalannya pembangunan yang berkelanjutan. Kegagalan pengelolaan hutan dan keanekaragaman hayati yang telah terjadi di Sumatera dan Papua sebaiknya tidak terulang lagi di Tanah Papua," tambahnya. Gubernur Papua Barat juga mengajak berbagai pihak - termasuk pelaku ekonomi dan mitra lainnya - untuk bergabung dalam upaya pelestarian alam dan sumber hayati di Tanah Papua
Barnabas Suebu, Gubernur Papua mengatakan, bahwa melalui penyelenggaraan konferensi ini, Pemda dengan bangga menyatakan bahwa pembangunan yang berkualitas dan berkelanjutan adalah sesuatu hal yang mungkin dilakukan melalui perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara bijaksana.
"Ada 5 strategi kunci untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di Propinsi Papua, yaitu Satu, setidaknya 50 persen dari hutan konversi dipelihara untuk pengelolaan hutan yang berkelanjutan; Dua, hutan primer dengan nilai konservasi tinggi tidak boleh dialokasikan untuk pembangunan kebun kelapa sawit dan pemanfaatan lainnya; dan Tiga, meningkatkan upaya efisiensi dan produktivitas dari lahan yang ada termasuk lahan perkebunan kelapa sawit yang ada," kata Barnabas Suebu. Dua strategi lainnya termasuk mempromosikan dan mengembangkan industry-industri berbasis energi terbarukan dalam kerangka kebijakan yang sama sekali tidak menggunakan energi fosil - tetapi lebih menekankan pengembangan dan penggunaan secara berkelanjutan sumber-sumber energi yang berasal dari air, angin, matahari dan sumber-sumber biofuel yang berlimpah di papua seperti sagu dan nipah; dan mempromosikan pengembangan usaha-usaha kecil dan menengah pada bidang pertanian, kehutanan dan perikanan sebagai mesin penggerak ekonomi di kampong-kampung.
Dengan luasan hutan sekitar 42 juta hektar yang dimiliki Papua, Gubernur Suebu juga menunjukkan posisi signifikan bagi Papua dalam upaya memitigasi perubahan iklim global, termasuk keinginan propinsi tersebut untuk mempresentasikan rencana pembangunan rendah karbon(low-carbon development plan) dalam Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim di Kopenhagen pada Desember 2009.
Dalam sambutannya Prof DR. Emil Salim sebagai Dewan Penasehat Presiden mengatakan bahwa lebih dari 50 persen keanekaragaman hayati Indonesia ditemukan di Papua, dengan rata-rata spesies endemik yang tinggi. Tanah Papua juga memiliki ekosistem yang lengkap dari ekosistem terumbu karang dan mangrove hingga ekosistem savana, hutan dataran rendah, tinggi, dan pegunungan. Dalam kurun waktu 2000 s/d 2008 ilmuan dari CI menemukan spesies flora dan fauna - termasuk spesies darat (terrestrial) dan berbagai terumbu karang - dalam jumlah yang relatif tinggi.
"Sebagai daerah yang memiliki nilai konservasi tinggi, maka sangat penting bahwa nilai ekologi, sosial dan budaya Tanah Papua dapat direfleksikan dalam rencana tata ruang berkelanjutan, yang kemudian diimplementasikan secara konsisten " kata Benja Mambai, Direktur WWF-Indonesia untuk Sahul Program. "WWF menyambut baik dan memberikan penghargaan yang tinggi serta mendukung inisiatif dan kepemimpinan pemerintah daerah Papua dan Papua Barat dalam menyelenggarakan konferensi ini. Kami berharap hasil dari konferensi ini dapat menjadi landasan untuk memformulasikan visi pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua dengan memperhatikan keunikan keanekaragaman hayati, sumberdaya alam, dan sosial budayanya serta mengakomodasi tantangan perubahan iklim global".
right
"Kami berharap melalui konferensi ini, informasi ilmiah serta berbagai input dapat dikumpulkan, termasuk berbagai inisiatif dan komitmen konkrit dari berbagai mitra dan pemangku kepentingan, kata Peter Kamarea dari Conservation International. "Kita semua mestinya bisa belajar memahami bahwa sepanjang sejarah manusia 'konservasi tanpa pembangunan manusianya adalah sia-sia, tetapi pembangunan tanpa konservasi sumberdaya alam telah terbukti fatal bagi manusia," kata Peter menambahkan.
Konferensi ini diharapkan dapat menghimpun masukan dari berbagai pihak mengenai konservasi, pemanfaatan keanekaragaman hayati dan sumberdaya alam dalam pembangunan ekonomi dan sosial, serta nilai budaya masyarakat asli di Tanah Papua. Masukan ini diperlukan dalam rangka mengembangkan strategi untuk ekoturisme, pemanfaatan SDA, dan pengelolaan sumberdaya hutan berbasiskan masyarakat secara berkelanjutan. Sebagai hasil dari konferensi ini, diharapkan dalam jangka satu tahun sebuah visi pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua dapat disepakati oleh pemerintah daerah dan masyarakat serta pihak terkait, dan selanjutnya disahkan secara resmi oleh DPRD di Papua dan Papua Barat.
Untuk informasi lebih lanjut, kontak:
* August Rumansara, Papua Governor Advisor +62 81248874004, a_rumansara@yahoo.com
* Ir. Noak Kapisa, MSc Ketua International Biodiversity Conference +62 81344038508 noakkapisa@yahoo.com
* Ian Kosasih, WWF-Indonesia's Forest Program Director, +62 811110697 ikosasih@wwf.or.id
* Benja Mambai WWF-Indonesia's Papua Program Director +62 8124809407 bmambai@wwf.or.id
* Peter Kamarea, Conservation International ph +62 8114803601 p.kamarea@conservation.org
Catatan untuk Editor:
1. "Sambutan Gubenur Papua (in English) dapat diunduh di:http://www.mediafire.com/file/jw41mdz2mdy/Speech Governor Papua at the IBC11Nov09.pdf
2. "Sambutan Gubernur Papua Barat(in Bahasa)dapat diunduh di:http://www.mediafire.com/file/nzzkyljtjny/Speech Papua Barat Governor 11Nov09.pdf
3. "Sambutan Mentri Kehutanan (in Bahasa) dapat diunduh di:http://www.mediafire.com/file/mztm3jymnjm/Speech Menteri Kehutanan di Papua 12Nov09.pdf
4. Hingga saat ini belum ada data acuan tentang rata-rata deforestasi di Papua, meskipun observasi di lapangan menunjukkan adanya peningkatan rata-rata kerusakan hutan yang cukup tajam. Berdasarkan data dari Departemen Kehutanan (2002) rata-rata deforestasi pada periode 1985-1997 mencapai 117.523 hektar per tahun
5. Aktivitas pelestarian alam telah dilakukan di Tanah Papua sejak awal tahun 1980-an melalui penetapan beberapa kawasan konservasi. Sekitar 8 juta hektar, atau 20 persen dari daratan Papua, telah dideklarasikan sebagai kawasan konservasi dan 10 juta hektar atau sekitar 22 persen total daratan telah dideklarasikan sebagai hutan lindung (Dinas Kehutanan Provinsi Papua, 2001). Luasan tersebut lebih dari rata-rata propinsi lainnya di Indonesia. Dibandingkan dengan negara tetangga, Papua New Guinea misalnya, hanya 3 persen saja dari total kawasan di negara tersebut yang dialokasikan sebagai kawasan pengelolaan hidupan liar. Penetapan kawasan lindung di Papua juga merupakan salah satu yang memiliki system dengan desain terbaik (Jared Diamond, 1988).
6. Untuk informasi lebih lanjut dapat melihat website www.ibcpapua.blogspot.com
Hutan di Papua Tinggal 41,25 Juta Hektare
JAYAPURA - Dalam kurun waktu 2003 hingga sekarang lebih dari 5,8 juta hektare hutan Papua rusak. Saat ini Papua masih memiliki 41,25 juta hektare hutan.
Gubernur Papua Barnabas Suebu dalam Konferensi Internasional Keanekaragaman Hayati di Jayapura, Kamis (12/11/2009), mengatakan dari 41,25 Juta hutan yang tersisa, 50 persen di antaranya adalah hutan konservasi, 30 persen di antaranya adalah hutan konversi dan 20 persen sisanya hutan lindung.
Dia juga mengungkapkan, lahan perkebunan kelapa sawit saat ini juga tidak terlalu banyak di Papua yakni sekira 50.000 hektare.
Untuk menjaga kelestarian hutan yang ada di Papua ini, dia mengatakan tidak segan-segan mencabut HPH jika pengusaha dianggap merugikan pelestarian hutan.
"Kita ada kebijakan baru di Papua HPH bisa dicabut jika merugikan masyarakat asli Papua yang mempunyai hutan. Dan juga itu melanggar hukum," ujarnya.(fit) (mbs)
Gubernur Papua Barnabas Suebu dalam Konferensi Internasional Keanekaragaman Hayati di Jayapura, Kamis (12/11/2009), mengatakan dari 41,25 Juta hutan yang tersisa, 50 persen di antaranya adalah hutan konservasi, 30 persen di antaranya adalah hutan konversi dan 20 persen sisanya hutan lindung.
Dia juga mengungkapkan, lahan perkebunan kelapa sawit saat ini juga tidak terlalu banyak di Papua yakni sekira 50.000 hektare.
Untuk menjaga kelestarian hutan yang ada di Papua ini, dia mengatakan tidak segan-segan mencabut HPH jika pengusaha dianggap merugikan pelestarian hutan.
"Kita ada kebijakan baru di Papua HPH bisa dicabut jika merugikan masyarakat asli Papua yang mempunyai hutan. Dan juga itu melanggar hukum," ujarnya.(fit) (mbs)
Papua Promosikan Energi Terbarukan
Jayapura, Kompas - Gubernur Papua Barnabas Suebu bertekad mempromosikan dan mengembangkan industri berbasis energi terbarukan. Sementara hutan primer tidak boleh dialokasikan untuk perkebunan kelapa sawit. Hal itu diungkapkan Suebu di sela-sela penyelenggaraan Konferensi Internasional Keanekaragaman Hayati.
Suebu, Kamis (12/11) di Jayapura, menuturkan lima strategi kunci untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di wilayahnya.
Kelima strategi ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua dan menjaga kelestarian alam Papua yang diakui sebagai paru-paru dunia.
Strategi pertama, ujar Suebu, setidaknya 50 persen hutan konservasi dipelihara untuk pengelolaan hutan berkelanjutan.
Strategi yang kedua adalah hutan primer dengan nilai konservasi tinggi tidak boleh dialokasikan untuk pembangunan kebun kelapa sawit dan pemanfaatan lain.
Dia menuturkan, strategi ketiga adalah meningkatkan upaya efisiensi dan produktivitas lahan yang ada, termasuk lahan perkebunan kelapa sawit.
Strategi keempat adalah mempromosikan dan mengembangkan industri berbasis energi terbarukan.
”Ini dalam kerangka kebijakan yang sama sekali tak menggunakan energi fosil, tetapi lebih menekankan pada pengembangan dan penggunaan secara berkelanjutan sumber energi yang berasal dari air, angin, matahari, dan sumber biofuel yang berlimpah di Papua, seperti sagu dan nipah,” ujarnya.
Strategi kelima, lanjutnya, ialah mempromosikan pengembangan usaha-usaha kecil dan menengah pada bidang pertanian, kehutanan, dan perikanan sebagai mesin penggerak ekonomi di kampung.
Suebu menegaskan, area 42 juta hektar total luas hutan Papua (termasuk Provinsi Papua Barat) menunjukkan, Papua punya posisi sangat strategis untuk berperan dalam mitigasi perubahan iklim global.
Oleh karena itu, Papua berencana mempresentasikan rencana pembangunan yang rendah karbon di Konferensi PBB mengenai Perubahan Iklim di Kopenhagen, Denmark, 7-18 Desember 2009.
Konservasi 50 persen
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Marthen Kayoi menuturkan, 50 persen luas total hutan Papua ditujukan untuk konservasi, 30 persen hutan produksi, dan 20 persen hutan lindung. Total luas hutan Papua mencapai 41,2 juta hektar, sementara luas hutan Papua Barat 9,9 juta hektar.
Ia menuturkan, pemantauan citra satelit tahun 2003-2009 menunjukkan lebih kurang 5,8 juta hektar rusak. Penyebab kerusakan antara lain pembangunan infrastruktur, permukiman, dan perusahaan perkayuan.
Dalam keterangan pers yang beredar di arena konferensi tertulis, hingga sekarang belum ada data acuan terkini tentang rata-rata deforestasi di Papua. Berdasarkan data Departemen Keuangan (2002) rata-rata deforestasi periode 1985-1997 mencapai 117.523 hektar per tahun. (ICH)
Suebu, Kamis (12/11) di Jayapura, menuturkan lima strategi kunci untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di wilayahnya.
Kelima strategi ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua dan menjaga kelestarian alam Papua yang diakui sebagai paru-paru dunia.
Strategi pertama, ujar Suebu, setidaknya 50 persen hutan konservasi dipelihara untuk pengelolaan hutan berkelanjutan.
Strategi yang kedua adalah hutan primer dengan nilai konservasi tinggi tidak boleh dialokasikan untuk pembangunan kebun kelapa sawit dan pemanfaatan lain.
Dia menuturkan, strategi ketiga adalah meningkatkan upaya efisiensi dan produktivitas lahan yang ada, termasuk lahan perkebunan kelapa sawit.
Strategi keempat adalah mempromosikan dan mengembangkan industri berbasis energi terbarukan.
”Ini dalam kerangka kebijakan yang sama sekali tak menggunakan energi fosil, tetapi lebih menekankan pada pengembangan dan penggunaan secara berkelanjutan sumber energi yang berasal dari air, angin, matahari, dan sumber biofuel yang berlimpah di Papua, seperti sagu dan nipah,” ujarnya.
Strategi kelima, lanjutnya, ialah mempromosikan pengembangan usaha-usaha kecil dan menengah pada bidang pertanian, kehutanan, dan perikanan sebagai mesin penggerak ekonomi di kampung.
Suebu menegaskan, area 42 juta hektar total luas hutan Papua (termasuk Provinsi Papua Barat) menunjukkan, Papua punya posisi sangat strategis untuk berperan dalam mitigasi perubahan iklim global.
Oleh karena itu, Papua berencana mempresentasikan rencana pembangunan yang rendah karbon di Konferensi PBB mengenai Perubahan Iklim di Kopenhagen, Denmark, 7-18 Desember 2009.
Konservasi 50 persen
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Marthen Kayoi menuturkan, 50 persen luas total hutan Papua ditujukan untuk konservasi, 30 persen hutan produksi, dan 20 persen hutan lindung. Total luas hutan Papua mencapai 41,2 juta hektar, sementara luas hutan Papua Barat 9,9 juta hektar.
Ia menuturkan, pemantauan citra satelit tahun 2003-2009 menunjukkan lebih kurang 5,8 juta hektar rusak. Penyebab kerusakan antara lain pembangunan infrastruktur, permukiman, dan perusahaan perkayuan.
Dalam keterangan pers yang beredar di arena konferensi tertulis, hingga sekarang belum ada data acuan terkini tentang rata-rata deforestasi di Papua. Berdasarkan data Departemen Keuangan (2002) rata-rata deforestasi periode 1985-1997 mencapai 117.523 hektar per tahun. (ICH)
Rabu, 11 November 2009
Governor of Papua : Four Carries Development
(IBC Papua www.ibcpapua.blogspot.com, 11-11-2009)
Jayapura, - Meanwhile in his speech the Governor of Papua Barnabas Suebu said sustainable development both in Papua have to do 4 things are reviewing the models of economic development that has taken place in Papua for this.
Two, working hard to improve the quality and update instruments of development planning, including development of long-term, medium and Spatial plan of Papua Province and created the growth of middle-class society Papua strong.
Three, strengthen the legal frameworks in order to protect and empower the indigenous people of Papua, in the process of sustainable development, to develop regulations and perdasus contains recognition of these rights.
Four, working hard lo strengthen institutional mechanisms to achieve the results, adding sustainable, including decision-making structure in the villages. Because some scattered indigenous people of Papua are not residing in urban areas, but in the villages of their traditional,.
Sustainable development in Papua can be implementer better. "Why? Because if there are no trees there would be no life in Papua. There is no forest, no life, "he said.
Jayapura, - Meanwhile in his speech the Governor of Papua Barnabas Suebu said sustainable development both in Papua have to do 4 things are reviewing the models of economic development that has taken place in Papua for this.
Two, working hard to improve the quality and update instruments of development planning, including development of long-term, medium and Spatial plan of Papua Province and created the growth of middle-class society Papua strong.
Three, strengthen the legal frameworks in order to protect and empower the indigenous people of Papua, in the process of sustainable development, to develop regulations and perdasus contains recognition of these rights.
Four, working hard lo strengthen institutional mechanisms to achieve the results, adding sustainable, including decision-making structure in the villages. Because some scattered indigenous people of Papua are not residing in urban areas, but in the villages of their traditional,.
Sustainable development in Papua can be implementer better. "Why? Because if there are no trees there would be no life in Papua. There is no forest, no life, "he said.
Minggu, 01 November 2009
AGENDA KEGIATAN : IBC (11 s/d 14 Nopember 2009)
KONFERENSI INTERNATIONAL KERAGAMAN HAYATI
Acara Konferensi bertaraf International yang pertama kali dilakukan di Jayapura, Papua - Indonesia
Waktu Pelaksanaan :
Tanggal : 11 Nopember s/d 14 Nopember 2009
Lokasi Pelaksanaan : Kantor Gubernur Provinsi Papua, Jayapura – Papua
P e s e r t a : Para ahli, pakar dan pemerhati masalah biodiversity, lingkungan, alam, flora & fauna, sumber daya alam dari manca negara dan para undangan
Paket Kegiatan :
- Mengikuti presentasi dan seminar dari para pakar ahli biodiversity, lingkungan, sumber daya alam, konservasi dari manca negara
- Melihat langsung pagelaran seni tari adat khas paua, paduan suara, seni pahat dan ukir di tempat acara berlangsungnya konferensi
- Tour Wisata ke daerah biodiversity, seperti Cagar Alam Cycloops - Jayapura , Wisata Laut di Teluk Humbolt, Wisata Bawah Laut (diving) di Kepulauan Raja Ampat - Sorong,
- Wisata Alam dan Budaya Asmat di Wamena, Wisata Mengenal Spesies di Taman Nasional Wasur – Merauke.
Acara ini terselenggara atas kerjasama :
- Pemerintah Daerah Provinsi Papua
- Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat
- Badan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Provinsi Papua
- WWF Region Sahul Papua
- Conservation International
- Conservation International
Informasi lengkap hubungi lebih lanjut :
Sekretariat IBC Papua 1,
Kantor Badan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup (BPSDALH) Provinsi Papua,d/a Gedung B Dinas Otonom Provinsi Papua, Jayapura - Papua,
Kantor Badan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup (BPSDALH) Provinsi Papua,d/a Gedung B Dinas Otonom Provinsi Papua, Jayapura - Papua,
Jln. Raya Abepura, Kotaraja - Jayapura
Telp. /Fax +62967 587694
Email : info.ibcpapua@gmail.com
Email : info.ibcpapua@gmail.com
Sekretariat IBC Papua 2,
Kantor Dinas Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi, Lantai 3
Kantor Dinas Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi, Lantai 3
Komplek Kantor Gubernur Provinsi Papua,
Jln. Soa Siu - Jayapura
Email : info.ibcpapua@gmail.comJln. Soa Siu - Jayapura
Kontak :
Lien Fransien Maloali (+6281248014951),
Michael Mantiri (+62811483754),
Jhon Herman (+628138897582),
E-mail : Lien Fransien Maloali (lonyalee@yahoo.com), Michael Mantiri (mae_mantiri@yahoo.com), Jhon Herman (mjohnherman@yahoo.co.id)
Langganan:
Postingan (Atom)